Bab 1
Pendahuluan
Latar belakang
Brugia timori merupakan
salah satu jenis parasit yang sering mnjadi endamik
Di sebagian wilayah republik Indonesia. Penyakit yang
disebabkan oleh brugia timoridinamakan Filariasis
. ataw yang oleh masyarakat awam, penyakit filariasis disebut juga dengan
penyakit kaki gajah. Sebenarnya ada 3 parasit yang menyebabkanpenyakit kaki gajahatau
filariasis , nama parasit itu yakni wucheria branchofti. Tetapi dalam makalah
ini hanya membahas parasit brugia timori
jenis
parasit Brugia Timori mempunyai habitat, morfologi, fase penyakit yang
berbeda-beda,serta mempunyai cara diagnosis yang berbeda dalam menentukan
apakah jenis parasit yang ada di dalam tubuh seorang pasien. Kami sbagai
seorang Farmasis pentinglah bagi
kita untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing jenis parasit. Karena hal
tersebut yang akan menentukan jenis obat yang diberikan oleh dokter. Apabila
seorang Farmasis melakukan kesalahan dalam penentuan jenis parasit yang
ada dalam tubuh pasien, maka akan berakibat kesalahan pada dokter dalam
menentukan jenis obat kepada pasien tersebut. Apalagi parasit brugia tomori merupakan parasit yang sering
ditemui di Indonesia. Hal ini menjadi sangat penting untuk diketahui.
Penulis disini ingin memberikan sedikit wawasan kepada para pembaca tentang brugia timori
Rumusan
Masalah
Ø Bagaimana parasit brugia
timori?
Tujuan
Ø Untuk mengetahui apa itu parasit brugia timori.
Bab 2
pembahasan
pembahasan
BRUGIA TIMORI (Filaria
timori)
Brugia
malayi dapat dibagi dalam dua varian yang hidup pada manusia dan yang hidup
pada manusia dan hewan,misalnya kucing,kera,dan lain-lain. Brugia
Timori hanya terdapat
pada manusia.penyakit yang disebabkan oleh B.malayi disebut filariasis malayi
dan yang disebabkan oleh B.timori disebut filariasis timori.kedua penyakit
tersebut kadang-kadang disebut sebagai fliariasis brugia.
Gambar 1.1 Cacing Brugia timori Gambar 1.2 Cacing Brugia
Timori jantan dan betina
Hospes
definitive : Manusia
Hospes
perantara/vektor : Nyamuk
(Anopheles barbirostris)
Habitat : - Cacing dewasa : Saluran dan
kelenjar limfe
-
Mikrofilaria : Darah dan limfe
Penyakit : Brugiasis timori, filariasis timori,
kaki gajah tipe timori
Distribusi
geografik : Indonesia bagian Timur (Pulau
Timor,Flores,Rote dan Alor)
Morfologi
ü Pada kedua jenis
kelamin, ujung anteriornya melebar pada kepalanya yang membulat. Ekornya
berbentuk seperti pita dan agak bundar. Pada tiap sisi terdapat 4 papil sirkum
oral yang teratur pada bagian luar dan bagian dalam membentuk lingkaran,
esophagus panjangnya lebih kurang 1 mm dengan ujung yang kurang jelas diantara
otot dan kelenjar.
ü Cacing
jantan, ekornya melengkung dengan 4 sampai 5 papila adanal terdiri atas
subventral, sebuah preanal yang besar serta satu pasang posanal yang lebih
kecil. Terdapat pula satu pasang papilla intermediate subventral serta satu
pasang papilla kaudal terminal. Pada daerah anus terdapat papilla lateral.
Spikula tidak sama panjang seperti pada B. malayi, panjangnya yang sebelah kiri
400 mm dan sebelah kanan 142 mm berbentuk seperti bulan sabit, gubernakulum 30
x 4 mm.
ü
Cacing betina, vulva sebelah anterior dari dasar esophagus. Ovejektor
menyerupai buah pir dengan ukuran 160 x 58 mm. vagina terletak disamping
ovejektor berbentuk celah. Ekor panjangnya lebih dari 196 mm ditumbuhi beberapa
kutikulum bosses.
ü Mikrofilaria
B.timori dibandingkan dengan B.malayi terdapat beberapa perbedaan :
ü Pada pewarnaan dengan
giemsa, sarung tidak terlihat.
ü Perbedaan panjang dan
lebar dari ruang sefalik 3 : 1.
ü Ukurannya lebih
panjang pada B.timori.
ü Pada preparat darah
apus dengan pewarnaan giemsa, mikrofilaria B.timori panjangnya 310 mm
dibandingkan denagn B.malayi yang bersifat periodic dan subperiodik 264 dan 247
mm.
ü Perbedaan lainnya pada
jumlah inti di ekornya, B.timori 5-8 buah sedangkan pada B,malayi 2-5 buah
dengan inti pada ekor sebelah distal lebih kecil pada B.timori
Siklus hidup
Gambar 1.3 Siklus
hidup cacing Brugia timori
Siklus hidupnya mirip dengan W banrofti. Waktu yang diperlukan
untuk perkembangan vector 6,8-8,5 hari. Periodisitas
mikrofilaria Brugia timori adalah bersifat periodik nokturna, dimana
mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari dengan konsentrasi
maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00.
Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa
pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang
lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali
pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan
III.
Brugia
timori hanya terdapat pada manusia. Manusia yang mengandung parasit selalu
dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya
pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi
filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki
lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk
mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki,
karena pekerjaan fisik yang lebih berat. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia
timori disebut filariasis timori.
Epidemiologi
Cacing dewasa hidup
di dalam saluran dan pembuluh
limfe, sedangkan microfilaria di jumpai didalam darah tepi
hospes definitif. Bentuk cacing dewasa
mirip bentuknya dengan W.
bancrofti, sehingga sulit dibedakan. Panjang cacing betina Brugia malayi dapat
mencapai 55 mm, dan cacing
jantan 23 cm. Brugia timori betina panjang badannya sekitar 39 mm
dan yang jantan panjangnya dapat mencapai 23 mm.
Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai 260 mikron pada B. malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria B. malayi adalah bentuk ekornya yang mengecil, dan mempunyai dua inti terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti.
Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia. Pada Brugia malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal subperiodic, atau non periodic. Brugia timori bersifat periodic nokturna.
Nyamuk yang dapat menjadi vector penularannya adalah Anopheles (vektor brugiasis non zoonotik) atau mansonia (vector brugiasis zoonotik)
Mikrofilaria Brugia mempunyai mempunyai selubung, panjangnya dapat mencapai 260 mikron pada B. malayi dan 310 mikron pada B.timori. Ciri khas mikrofilaria B. malayi adalah bentuk ekornya yang mengecil, dan mempunyai dua inti terminal, sehingga mudah dibedakan dari mikrofilaria W. bancrofti.
Brugia ada yang zoonotik, tetapi ada yang hanya hidup pada manusia. Pada Brugia malayi bermacam-macam, ada yang nocturnal periodic, nocturnal subperiodic, atau non periodic. Brugia timori bersifat periodic nokturna.
Nyamuk yang dapat menjadi vector penularannya adalah Anopheles (vektor brugiasis non zoonotik) atau mansonia (vector brugiasis zoonotik)
Patofisiologi
Brugia
timori ditularkan oleh An. barbirostris. Didalam tubuh nyamuk betina,
mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada
dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva
filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap
darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang
bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti
saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali
sebelum menjadi cacing dewasa.
Gejala
Klinis
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala
peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali.
Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan
peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau di
sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan
sendirinya. Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai
saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada
filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis
merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan
sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini
tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema.
Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada
pangkal paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan salah satu
gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala
komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya.
Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak
pernah terkena, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat
gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali
kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial tungkai, di
ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia,
elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang
lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena,
kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti.
Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia.
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibuktikan
dengan menemukan mikrofilaria di dalam darah tepi.
1. Diagnosis parasitologi : sama dengan pada filariasis
bankrofti, kecuali sampel berasal dari darah saja.
2.
Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan pada filariasis malayi.
3.
Diagnosis imunologi belum dapat dilakukan pada filariasis malayi.
Pengobatan
dan Prognosis
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis
yang dipake di beberapa negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang
dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan
filariasis brugia jauh lebih berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada
pengobatan filariasis bankrofti. Untuk pengobatan masal pemberian dosis
standard dan dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah pemberian
dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau garam DEC 0,2
- 0,4 % selama 9 – 12 bulan. Pengobatan dengan iver mektin sama dengan pada
filariasis bankrofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna,
pengobatan ini perlu diulang beberapa kali. Stadium
mikrofilaremia, gejala peradangan dan limfedema dapat disembuhkan dengan
pengobatan DEC. Kadang elefantiasis dini dan beberapa kasus elefantiasis lanjut
dapat diobati dengan DEC.
Pencegahan
Brugiasis
Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik, pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi
Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik, pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi
1. Gandahusada,
Srisasi,dkk. 2004. ParasitologiKedokteran. Jakarta : FKUI. Ed III.
2. Gracia, Lyne
S.,Bruckner,David A.. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta:EGC
3. Suryanto, dr. Sp.PK. 2006. Sistem
Hematologi & Limfatika. Yogyakarta : UMY
Tidak ada komentar:
Posting Komentar