Sabtu, 20 Juni 2015

cacing brugia timori

Bab 1
Pendahuluan
Latar belakang
                Brugia timori merupakan salah satu jenis parasit yang sering mnjadi endamik
Di sebagian wilayah republik Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh brugia timoridinamakan Filariasis . ataw yang oleh masyarakat awam, penyakit filariasis disebut juga dengan penyakit kaki gajah. Sebenarnya ada 3 parasit yang menyebabkanpenyakit kaki gajahatau filariasis , nama parasit itu yakni wucheria branchofti. Tetapi dalam makalah ini hanya membahas parasit brugia timori
jenis parasit Brugia Timori mempunyai habitat, morfologi, fase penyakit yang  berbeda-beda,serta mempunyai cara diagnosis yang berbeda dalam menentukan apakah  jenis parasit yang ada di dalam tubuh seorang pasien. Kami sbagai seorang Farmasis   pentinglah bagi kita untuk mengetahui perbedaan dari masing-masing jenis parasit. Karena hal tersebut yang akan menentukan jenis obat yang diberikan oleh dokter. Apabila seorang Farmasis melakukan kesalahan dalam penentuan jenis  parasit yang ada dalam tubuh pasien, maka akan berakibat kesalahan pada dokter dalam menentukan jenis obat kepada pasien tersebut. Apalagi parasit  brugia tomori merupakan parasit yang sering ditemui di Indonesia. Hal ini menjadi sangat  penting untuk diketahui. Penulis disini ingin memberikan sedikit wawasan kepada para pembaca tentang  brugia timori
 Rumusan Masalah 
Ø  Bagaimana  parasit brugia timori?

 Tujuan

Ø  Untuk mengetahui apa itu parasit brugia timori.

                                                               Bab 2
                                                        pembahasan

BRUGIA TIMORI (Filaria timori)
            Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian yang hidup pada manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan,misalnya kucing,kera,dan lain-lain. Brugia Timori hanya terdapat pada manusia.penyakit yang disebabkan oleh B.malayi disebut filariasis malayi dan yang disebabkan oleh B.timori disebut filariasis timori.kedua penyakit tersebut kadang-kadang  disebut sebagai fliariasis brugia.

 





                                                                                             
 Gambar 1.1 Cacing Brugia timori                       Gambar 1.2 Cacing Brugia                                                                                 
                                                                                    Timori jantan dan betina


Hospes definitive              : Manusia
Hospes perantara/vektor : Nyamuk (Anopheles barbirostris)
Habitat                               : - Cacing dewasa : Saluran dan kelenjar limfe
                                             - Mikrofilaria : Darah dan limfe
Penyakit                             : Brugiasis timori, filariasis timori, kaki gajah tipe timori
Distribusi geografik          : Indonesia bagian Timur (Pulau Timor,Flores,Rote dan Alor)


Morfologi
ü  Pada kedua jenis kelamin, ujung anteriornya melebar pada kepalanya yang membulat. Ekornya berbentuk seperti pita dan agak bundar. Pada tiap sisi terdapat 4 papil sirkum oral yang teratur pada bagian luar dan bagian dalam membentuk lingkaran, esophagus panjangnya lebih kurang 1 mm dengan ujung yang kurang jelas diantara otot dan kelenjar.
ü      Cacing jantan, ekornya melengkung dengan 4 sampai 5 papila adanal terdiri atas subventral, sebuah preanal yang besar serta satu pasang posanal yang lebih kecil. Terdapat pula satu pasang papilla intermediate subventral serta satu pasang papilla kaudal terminal. Pada daerah anus terdapat papilla lateral. Spikula tidak sama panjang seperti pada B. malayi, panjangnya yang sebelah kiri 400 mm dan sebelah kanan 142 mm berbentuk seperti bulan sabit, gubernakulum 30 x 4 mm.
ü      Cacing betina, vulva sebelah anterior dari dasar esophagus. Ovejektor menyerupai buah pir dengan ukuran 160 x 58 mm. vagina terletak disamping ovejektor berbentuk celah. Ekor panjangnya lebih dari 196 mm ditumbuhi beberapa kutikulum bosses.
ü      Mikrofilaria B.timori dibandingkan dengan B.malayi terdapat beberapa perbedaan :
ü  Pada pewarnaan dengan giemsa, sarung tidak terlihat.
ü  Perbedaan panjang dan lebar dari ruang sefalik 3 : 1.
ü  Ukurannya lebih panjang pada B.timori.
ü  Pada preparat darah apus dengan pewarnaan giemsa, mikrofilaria B.timori panjangnya 310 mm dibandingkan denagn B.malayi yang bersifat periodic dan subperiodik 264 dan 247 mm.
ü  Perbedaan lainnya pada jumlah inti di ekornya, B.timori 5-8 buah sedangkan pada B,malayi 2-5 buah dengan inti pada ekor sebelah distal lebih kecil pada B.timori

Siklus hidup


Gambar 1.3 Siklus hidup cacing Brugia timori

Siklus hidupnya mirip dengan W banrofti. Waktu yang diperlukan untuk perkembangan vector 6,8-8,5 hari. Periodisitas mikrofilaria Brugia timori adalah bersifat periodik nokturna, dimana mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari dengan konsentrasi maksimal pada pukul 22.00 hingga 02.00.
Daur hidup Brugi timori cukup panjang. Masa pertumbuhannya di dalam nyamuk kurang lebih 10 hari dan pada manusia kurang lebih 3 bulan. Di dalam tubuh nyamuk, parasit ini juga mengalami dua kali pergantian kulit, berkembang dari larva stadium I menjadi larva stadium II dan III.
Brugia timori hanya terdapat pada manusia. Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi bagi orang lain yang rentan (suseptibel). Biasanya pendatang baru ke daerah endemi (transmigran) lebih rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat. Penyakit yang disebabkan oleh Brugia timori disebut filariasis timori.

Epidemiologi


              Cacing  dewasa  hidup di  dalam  saluran  dan  pembuluh  limfe, sedangkan microfilaria  di jumpai  didalam  darah  tepi  hospes definitif. Bentuk  cacing  dewasa mirip  bentuknya  dengan  W. bancrofti,  sehingga  sulit  dibedakan. Panjang  cacing betina  Brugia  malayi  dapat  mencapai  55  mm,  dan  cacing  jantan  23  cm.  Brugia timori  betina  panjang  badannya  sekitar  39  mm dan yang  jantan  panjangnya  dapat mencapai  23  mm.
               Mikrofilaria  Brugia  mempunyai  mempunyai  selubung,  panjangnya  dapat mencapai  260  mikron  pada  B. malayi  dan  310  mikron  pada  B.timori.  Ciri  khas mikrofilaria  B. malayi  adalah  bentuk  ekornya  yang  mengecil,  dan  mempunyai  dua  inti  terminal,  sehingga  mudah  dibedakan  dari  mikrofilaria  W. bancrofti.
                Brugia  ada  yang  zoonotik,  tetapi  ada  yang  hanya  hidup  pada  manusia. Pada  Brugia  malayi  bermacam-macam,  ada  yang  nocturnal  periodic,  nocturnal subperiodic,  atau  non  periodic. Brugia  timori  bersifat  periodic  nokturna.
                Nyamuk  yang  dapat  menjadi  vector  penularannya  adalah  Anopheles (vektor  brugiasis  non  zoonotik)  atau  mansonia  (vector  brugiasis  zoonotik)


Patofisiologi
Brugia timori ditularkan oleh An. barbirostris.  Didalam tubuh nyamuk betina, mikrofilaria yang terisap waktu menghisap darah akan melakukan penetrasi pada dinding lambung dan berkembang dalam otot thorax hingga menjadi larva filariform infektif, kemudian berpindah ke proboscis. Saat nyamuk menghisap darah, larva filariform infektif akan ikut terbawa dan masuk melalui lubang bekas tusukan nyamuk di kulit. Larva infektif tersebut akan bergerak mengikuti saluran limfa dimana kemudian akan mengalami perubahan bentuk sebanyak dua kali sebelum menjadi cacing dewasa.

Gejala Klinis
Stadium akut ditandai dengan serangan demam dan gejala peradangan saluran dan kelenjar limfe, yang hilang timbul berulang kali. Limfadenitis biasanya mengenai kelenjar limfe inguinal di satu sisi dan peradangan ini sering timbul setelah penderita bekerja berat di ladang atau di sawah. Limfadenitis biasanya berlangsung 2-5 hari dan dapat sembuh dengan sendirinya. Kadang perandangan limfe ini dapat menjalar ke bawah, mengenai saluran limfe dan menimbulkan limfangitis retrograd, yang bersifat khas pada filariasis. Peradangan pada saluran limfe ini dapat terlihat sebagai garis merah yang menjalar ke bawah dan peradangan ini dapat pula menjalar ke jaringan sekitarnya, menimbulkan infiltrasi pada seluruh paha atas. Pada stadium ini tungkai bawah biasanya ikut membengkak dan menimbulkan gejala limfedema. Limfadenitis biasanya berkembang menjadi bisul, pecah menjadi ulkus. Ulkus pada pangkal paha ini bila sembuh meninggalkan bekas sebagai jaringan parut. Dan tanda ini merupakan salah satu gejala obyektif filariasis limfatik. Limfadenitis dengan gejala komplikasinya dapat berlangsung beberapa minggu sampai tiga bulan lamanya.
Pada filariasis brugia, sistem limfe alat kelamin tidak pernah terkena, lambat laun pembengkakan tungkai tidak menghilang pada saat gejala peradangan sudah sembuh, akhirnya timbullah elefantiasis. Kecuali kelenjar limfe inguinal, kelenjar limfe lain di bagian medial tungkai, di ketiak dan di bagian medial lengan juga sering terkena. Pada filariasis brugia, elefantiasis hanaya mengenai tungkai bawah, di bawah lutut, atau kadang-kadang lengan bawah di bawah siku. Alat kelamin dan payudara tidak pernah terkena, kecuali di daerah filariasis brugia yang bersamaan dengan filariasis bankrofti. Kiluria bukan merupakan gejala klinis filariasis brugia.

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis dan dibuktikan dengan menemukan mikrofilaria di dalam darah tepi.
1. Diagnosis parasitologi : sama dengan pada filariasis bankrofti, kecuali sampel berasal dari darah saja.
2. Radiodiagnosis umumnya tidak dilakukan pada filariasis malayi.
3. Diagnosis imunologi belum dapat dilakukan pada filariasis malayi.

Pengobatan dan Prognosis
Hingga sekarang DEC masih merupakan obat pilihan. Dosis yang dipake di beberapa negara Asia berbeda-beda. Di Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 5 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping DEC pada pengobatan filariasis brugia jauh lebih berat, bila dibandingkan dengan yang terdapat pada pengobatan filariasis bankrofti. Untuk pengobatan masal pemberian dosis standard dan dosis tunggal tidak dianjurkan. Yang dianjurkan adalah pemberian dosis rendah jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu) atau garam DEC 0,2 - 0,4 % selama 9 – 12 bulan. Pengobatan dengan iver mektin sama dengan pada filariasis bankrofti. Untuk mendapatkan hasil penyembuhan yang sempurna, pengobatan ini perlu diulang beberapa kali. Stadium mikrofilaremia, gejala peradangan dan limfedema dapat disembuhkan dengan pengobatan DEC. Kadang elefantiasis dini dan beberapa kasus elefantiasis lanjut dapat diobati dengan DEC.

Pencegahan Brugiasis
                 Tindakan pencegahan brugiasis sesuai dengan upaya pencegahan pada filariasis bancrofti, yaitu pengobatan penderita, pengobatan masal penduduk didaerah endemik, pencegahan pada pendatang dan pemberantasan vektor penular filariasis malayi
Daftar Pustaka
1. Gandahusada, Srisasi,dkk. 2004. ParasitologiKedokteran. Jakarta : FKUI. Ed III.
2. Gracia, Lyne S.,Bruckner,David A.. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran.          Jakarta:EGC
3. Suryanto, dr. Sp.PK. 2006. Sistem Hematologi & Limfatika. Yogyakarta : UMY